BAB I
PENDAHULUAN
Otonomi daerah adalah kewenangan otonom untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
daerah tertentu yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi daerah merupakan hal yang sangat penting dalam
penyelenggaraan kehidupan nasional, karena dengan otonomi tersebut, daerah
memiliki kesempatan yang luas untuk menyususn kebijaksanaan pembangunan yang
sesuai dengan situasi dan kondisi daerah, serta kebutuhan masyarakat daerah.
Dengan demikian diharapkan pembangunan di daerah akan berhasil dengan baik, dan
potensi daerah dapat dikembngkan secara maksimal. Otonomi daerah juga dapat
dilihat sebagai bagian dari proses demokratisasi, sebab dengan otonomi tersebut
berarti daerah diberi wewenang yang lebih luas untuk mengambil keputusan dalam
penyelenggaraan pemerintah, dan tidak harus selalu mengikuti garis
kebijaksanaan yang ditentukan dari pemerintah pusat atau pemerintah di atasnya.
Pembahasan tentang demokrasi menghadapkan kita pada
suatu kompleksitas permasalahan yang klasik, fundamental, namun tetap actual.
Dikatakan klasik karena masalah demokrasi sudah menjadi focus perhatian dalam
wacana filsafati semenjak jaman Yunani Kuno, dan telah diterapkan di Polish,
Athena sebagai Negara kota pada waktu itu. Dikatakan fundamental karena
hakikat demokrasi menyentuh nilai-nilai dasar kehidupan tentang apa dan
bagaimana sistem kehidupan itu akan dipergunakan dimana manusia sendiri menjadi
subjek dan sekaligus menjadi objeknya. Dikatakan actual karena dewasa ini
demokrasi menjadi dambaan setiap bangsa dan Negara untuk dapat menerapkannya,
termasuk bangsa Indonesia dalam era reformasi ini (Siswomihardjo: 2002 : 1).
BAB II
ISI
A. OTONOMI DAERAH
Masalah otonomi daerah sekarang ini diatur dengan UU.
No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan itu menggantikan UU.
No.22 tahun 1999 yang mengatur hal yang sama. Kedua undang-undang tersebut
lebih membawakan corak desentralisasi, yakni memberikan kekuasaan yang besar
kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Hal ini
sangat berbeda dengan UU.No.5 tahun 1974 yang sifatnya sangat sentralis.
Pemberian otonomi pada daerah kabupaten dan kota yang dianggap lebih mengerti
situasi dan kondisi daerah serta kebutuhan masyarakat di daerah.
Berdasarkan UU. No.32 tahun 2004, kewenangan daerah
kabupaten atau kota mencakup kewenangan dalam seluruh bidang-bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama, serta kewenangan bidang lain.
Kewenangan bidang lain itu meliputi kebijaksanaan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secafa makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan dan
pemberdayaan daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi
tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Kewenangan yang
dikecualikan itu dipegang oleh pemerintahan pusat.
Kewenangan provinsi sebagai daerah otonom mencakup
kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota,
serta kewenangan bidang tertentu lainnya. Dismping itu juga kewenangan yang
tidak atau belum dilaksanakan oleh daerah kabupaten atau kota. Mengenai
kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi sebagai daerah otonom
kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah.
Pemberian otonomi yang lebih luas kepada daerah
membawa berbagai konsekuensi, terutama sekali adalah konsekuensi pembiayaan.
Sebab semua urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah,
pelaksanaannya harus dibiayai oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu
dalam rangka pembiayaan berbagai urusan otonomi, dikeluarka UU. No. 33 tahun
2004 tantang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Atas
dasar undang-undang tersebut, sumber-sumber keuangan yang sebelumnya masuk ke
pemerintah pusat harus dibagi secara proposional dengan pemerintah daerah.
Otonomi daerah yang luas sebagaimana diatur dalam
undang-undang tersebut diberlakukan mulai tahun 2001. Persoalan yang sangat
dirasakan terutama adalah adanya daerah-daerah tertentu yang potensi kekayaan
alamnya sangat terbatas, sehingga mengalami kesulitan untuk membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu maka pemberian otonomi yang
luas kepada daerah, disamping merupakan peluang sekaligus juga merupakan
tantangan, yaitu tantangan untuk bisa mandiri dalam membaiayai penyelenggaraan
urusan pemerintahan di daerah masing-masing.
A. Pengertian
Otonomi Daerah
1) Istilah Otonomi
Daerah berasal dari kata Otonomi, yang dalam arti sempit berarti Mandiri
sedangkan dalam arti luas berarti Berdaya,jadi penfertian Otonomi Daerah adalah
Kemampuan suatu daerah dalam kaitannya pembuatan dan pengambilan suatu keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
2) Terjadinya Otonomi
Daerah dikarenakan adanya perubahan sistem pemerintahan dari sistem
Sentralisasi yaitu Pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah
daerah ke pemerintah pusat,ke sistem Desentralisasi yaitu Pelimpahan kewenangan
dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
.
B. Alasan
Perlunya Otonomi Daerah
1)
Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini (masa
orde baru) sangat sentralisasi,daerah diabaikan
2)
Pembagian kekayaan alam tidaklah adil dan merata
3)
Kesenjangan sosial dan pembangunan
4)
Sedangkan alasan filoposofisnya adalah :
a. Mencegah
penumpukan kekuatan atau tirani(aspek politis)
b. Mengembangkan
kehidupan Demokrasi
c. Dari aspek
tekhnik organisasi penyelanggaraan pemrintah agar lebih efisien
d. Merupakan
sarana Pedidikan politik
e. Persiapan
untuk karier politik lanjutan
f. Menjaga
stabilitas politik nasional
g. Mencapai
kesetaraan politik di Indonesia.
C. Visi,
Konsep dasar, dan Prinsip Otonomi Daerah
1) Visi Otonomi Daerah
terbagi atas 3 yaitu :
v Politik : Harus
dipahami sebagai sebuah proses untk membuka ruangbagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis
v Ekonomi :
Terbukanya peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendaya gunaan potensi ekonomi di
daerahnya
v Sosial : Menciptakan
kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan daerah di sekitarnya
2)
Konsep dasar dari Otonomi Daerah :
v Penyerahan sebanyak
mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan domestik kepada daerah
v Penguatan peran
DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala
daerah
v Pembangunan tradisi
politik daerah yang lebih sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dengan tingkat
akseptibilitas yang tinggi pula
v Peningkatan efisiensi
administrasi keuangan daerah
v Pengaturan Pembagian
sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah dan
optimalisasi upaya pemberdayaan masyarkat
3)
Prisip-prinsip Otonomi Daerah :
v Demokrasi, keadilan,
pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah
v Otonomi luas, nyata,
dan bertanggungjawab
v Otonomi Daerah yang
luasan utuh diletakan pada daerah kabupaten dan daerah kota
v Sesuai dengan
konstitusi negara kita
v Kemandirian Daerah
Otonom
v Meningkatkan peranan
dan fungsi badan legislatif daerah
v Asas
dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi
v Asas tugas
pembantuan
B. DEMOKRASI
Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani yaitu demos yang
berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintah. Jadi
demokrasi berarti pemerintahan rakyat, atau suatu pemerintahan dimana rakyat
memegang kedaulatan yang tertinggi atau rakyat diikutsertakan dalam
pemerintahan Negara. Adalah Abraham Lincoln yang demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.
Literature ilmu pendidikan pada umumnya memberikan
konsep dasar tentang demokrasi. Apapun label atau predikat yang diberikan
terhadapnya, konsep demokrasi merujuk pada pemerintahan oleh rakyat.
Implementasi konsep demokrasi pada tingkat nasional di dalam Negara kebangsaan
yang berskala besar adalah bahwa tindakan-tindakan pemerintah itu pada umumnya
tidak dilakukan secara langsung oleh warga Negara melainkan melalui wakil-wakil
rakyat yang dipilih berdasarkan prinsip kebebasan dan kebersamaan. Dalam telaah
umum politik, praktek demokrasi semacam ini tergolong dalam demokrasi tidak
langsung.
Dilihat dari segi fungsionalnya, demokrasi dapat
dibedakan dalam 2 kategori, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan
(tidak langsung). Di dalam demokrasi langsung semua warga masyarakat secara
langsung ikut dalam pengambilan dan pemutusan setiap peraturan yang
diberlakukan dalam masyarakat itu. Di jaman Yunani Kuno, Athena dimana
demokrasi untuk pertama kalinya diterapkan di dunia, mampu menjalankan
demokrasi langsung, karena suatu majelis mampu mewadahi warga masyarakat yang
berdiri dalam jumlah yang terbatas atau sedikit.
Sekarang di jaman modern dimana wilayah dan jumlah
warga masyarakat sudah demikian besarnya dengan permasalahan yang dihadapi
semakin kompleks, maka sudah tidak mungkin lagi demokrasi langsung diterapkan.
Demokrasi yang bisa dilaksanakan adalah demokrasi perwakilan atau tidak
langsung dengan berbagai variasinya.
Ada dua tataran berpikir mengenai demokrasi yang harus
dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Pertama ada demokrasi sebagai ide
atau konsep dan yang kedua demokrasi sebagai praxis. Demokrasi sebagai ide atau
konsep adalah demokrasi sebagaimana ada dalam gagasan atau dalam pemikiran.
Berkenaan dengan demokrasi sebagai ide atau konsep inikita dapat menyusun suatu
daftar sangat panjang mengenai arti, makna, dan sikap, serta perilaku yang
tergolong demokratis, seperti kedaulatan tertinggi di tangan rakyat; Kebebasan
berbicara dan mengeluarkan pendapat; kebebasan berserikat dan berkumpul;
kebebasan memilih dalam pemilihan umum; penghargaan terhadap hak-hak
asasi manusia; menjunjung tinggi persamaan, ekualiti, dsb.
Sebagai praxis, demokrasi sudah menjelma menjadi
sistem penyelenggaraan pemerintah. Karena telah menjadi sistem, kinerja
demokrasi terikat oleh seperangkat orang tertentu. Apabila dalam sistem
demokrasi ini ada orang atau kelompok yang dalam menjalankan aktivitas
berdemokrasinya tidak menaati aturan main yang berlaku, maka aktivitas ini,
walaupun secara ide ataupun konsep dapat dianggap demokratis akan merusak
demokrasi yang sedang berlaku. Dengan kata lain, aktivitas ini dalam konteks
sistem demokrasi yang berlaku menjadi tidak demokratis atau antidemokrasi.
Sejalan dengan pandangan di atas, Avan Gaffar
mengatakan bahwa ada dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman
secara normative dan pemahaman secara empiric (Gaffar 2002:23). Dalam pemahaman
secara normative, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idio hendak dilakukan
oleh Negara atau diselenggarakan oleh sebuah Negara, seperti misalnya kita mau
mengungkapkan “pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Biasanya
ungkapan tersebut kemudian diterjemahkan dalam Undang-Undang Dasar. Hal ini pun
dapat ditemuka dalam pasal UUD 1945 misalnya pasal 1 ayat 2, pasal 28, atau
pasal 29 ayat 2, dsb.
Kalau kita perhatikan dalam demokrasi dalam arti yang
normative tersebut, belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik
sehari-hari dalam tata Negara. Oleh karena itu sangat perlu untuk melihat
bagaimana makna demokrasi secara empiric, yaitu perwujudan demokrasi dalam
kehidupan politik praktis. Pada ilmuwan politik selama mengamati praktik
demokrasi diberbagai Negara, merumuskan demokrasi secara empiric dengan
menggunakan sejumlah indikator tertentu, misalnya Juan Linz G., Bingham Powell
Jr, dan Robert Dahl. Dari semua indikator yang diajukan, oleh ilmuwan politik
tersebut, kemudian dapat disimpulkan ada lima indikator untuk melihat apakah
suatu Negara itu betul-betul demokratis atau tidak (Gaffar 2002: 7).
Kelima indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akuntabilitas. Dalam
demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat
mempertanggungjwabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya,
ucapannya dan tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang
pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya.
2.
Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi peluang akan
terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.
Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang
untuk orang lain tertutup sama sekali.
3.
Rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan
terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen politik yang
terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi satu jabatan
politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan
kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut.
4.
Pemilihan Umum. Dalam suatu Negara demokrasi, Pemilu
dilakukan secara teratur. Setiap warga Negara yang sudah dewasa mempunyai hak
untuk memilih dan dipilih. Serta bebas menggunakan haknya tersebut sesuai
dengan kehendak nuraninya.
5. Menikmati hak-hak
dasar. Dalam suatu Negara yang demokrasi, setiap warga Negara dapat menikmati
hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk
menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan hak untuk
menikmati pers bebas.
Di samping lima indikator, perlu juga diperhatikan masalah
supremasi hukum. Untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, hukum perlu
ditegakkan dengan baik. Dengan penegakkan supremasi hukum, baik warga
masyarakat maupun penyelenggara Negara, tidak ada yang dapat berbuat seenaknya
sendiri dan melanggar atau merugikan hak seseorang atas kelompok orang lain.
C. HUBUNGAN OTONOMI
DAERAH DAN DEMOKRASI
Demokrasi adalah
keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan negara berada di
tangan rakyat.Kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama
rakyat,pemerintah rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.Sedangkan yang dimaksud
dengan Demokrasi Pancasila adalah sistem tata kehidupan kenegaraan atau
kemasyarakatan didasarkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban antara
kepentingan pribadi dan masyarakat atau sesuai dengan Sila ke-4 dari Pancasila
yaitu Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau
perwakilan.Hal ini juga diserap oleh Indonesia dalam pelaksanaan Otonomi Daerah
sehingga daerah dalam melaksanakan pemerintahannya terdapat lembaga Legislatif
Daerah yaitu DPRD yang bertugas mengawasi badan Eksekutif Daerah,dan
menyampaikan aspirasi rakyat daerahnya kepada Eksekutif daerah itu agar sesuai
dengan kepentingan rakyat tetap terjaga atau tersalurkan dalam berpolitik atau
menentukan nasibnya.
Keberadaan Demokrasi
sangat penting karena keberhasilan pembangunan daerah sangat bergantung pada
pelaksanaan desentralisasi yang baik dan benar.Salah satu keuntungan
desentralisasi adalah pemerintah daerah dapat mengambil keputusan lebih cepat
,dengan demikian prioritas pembangunan dan kualitas pelayananmasyarakat
diharapkandapat lebih mencerminkan kebutuhan nyat masyarkat di
daerah.Pemerintah daerah disini berarti badan eksekutif daerah dan badan
legislatif daerah.
BAB III
KESIMPULAN
Otonomi Daerah berasal dari kata Otonomi, yang dalam
arti sempit berarti Mandiri sedangkan dalam arti luas berarti Berdaya, jadi
pengertian Otonomi Daerah adalah Kemampuan suatu daerah dalam kaitannya
pembuatan dan pengambilan suatu keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri.
Alasan Perlunya Otonomi Daerah,
antara lain :
1.
Kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini (masa
orde baru) sangat sentralisasi, sehingga daerah diabaikan
2.
Pembagian kekayaan alam tidaklah adil dan merata
3.
Kesenjangan sosial dan pembangunan
4.
Alasan filoposofisnya
Demokrasi berarti pemerintahan rakyat, atau suatu
pemerintahan dimana rakyat memegang kedaulatan yang tertinggi atau rakyat
diikutsertakan dalam pemerintahan Negara. Adalah Abraham Lincoln yang demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Dilihat dari segi
fungsionalnya, demokrasi dapat dibedakan dalam 2 kategori, yaitu demokrasi
langsung dan demokrasi perwakilan (tidak langsung). Ada dua tataran berpikir
mengenai demokrasi yang harus dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Pertama ada demokrasi sebagai ide atau konsep dan yang kedua demokrasi sebagai
praxis. Sejalan dengan pandangan di atas, Avan Gaffar mengatakan bahwa ada dua
macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman secara normative dan
pemahaman secara empiris.
Merumuskan demokrasi secara empiric dengan menggunakan
sejumlah indikator tertentu untuk melihat apakah suatu Negara itu betul-betul
demokratis atau tidak. Kelima indikator tersebut adalah Akuntabilitas, Rotasi
Kekuasaan, Rekruitmen politik yang terbuka, Pemilihan Umum. Dalam suatu Negara
demokrasi dan menikmati hak-hak dasar. Di samping lima indikator, perlu juga
diperhatikan masalah supremasi hukum.
Keberadaan Demokrasi sangat penting karena keberhasilan
pembangunan daerah sangat bergantung pada pelaksanaan desentralisasi yang baik
dan benar.Salah satu keuntungan desentralisasi adalah pemerintah daerah dapat
mengambil keputusan lebih cepat ,dengan demikian prioritas pembangunan dan
kualitas pelayananmasyarakat diharapkandapat lebih mencerminkan kebutuhan nyat
masyarkat di daerah.Pemerintah daerah disini berarti badan eksekutif daerah dan
badan legislatif daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar