Rabu, 22 Februari 2017

Dolus dan Culva

DOLUS dan CULPA


1.      DOLUS

DOLUS adalah delik yang memuat unsur kesengajaan. Secara umum, para pakar hukum pidana telah menerima adanya tiga (3) bentuk kesengajaan (opzet), yakni :

a.    Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk);

Agar dibedakan antara “maksud” (oogemerk) dengan “motif”. Sehari-hari, motif di identikkan dengan tujuan. Agar tidak timbul keragu-raguan,diberikan contoh sebagai berikut.
A bermaksud membunuh B yang menyebabkan ayahnya meninggal. A menembak B dan B meninggal.

Pada contoh diatas, dorongan untuk membalas kematian ayahnya disebut dengan motif. Adapun “maksud”, adalah kehendak A untuk melakan perbuatan atau mencapai akibat yang menjadi pokok alas an diadakannya ancaman hukuman pidana, dalam hal ini menghilangkan nyawa B. sengaja sebagai maksud MvT adalah dikehendaki dan dimengerti.

b.      Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheidsbewuspzijn);

Si pelaku (doer or dader) mengetahui pasti atau yakin bahwa selain akibat di maksud, akan terjadi suatu akibat lain. Si pelaku menyadari bahwa dengan melakukan perbuatan itu, pasti akan timbul akibat lain. Sebagai contoh: A berkehendak untuk membunuh B. dengan membawa senjata api, A menuju rumah B. akan tetapi, ternyata setelah sampai di rumah B, C berdiri di depan B. disebabkan rasa marah, walaupun ia tahu bahwa C yang berdiri di depan B, A toh melepaskan tembakan. Peluru yang di tembakkan oleh A pertama-tama mengenai C dan kemudian B, hingga C dan B mati. Dalam hal ini, opzet A terhadap B adalah kesengajaan sebagai maksud (oogmerk), sedang terhadap C adalah kesengajaan dengan keinsafan pasti 

c.       Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis).

Kesengajaan ini juga disebut “kesengajan dengan kesadaran kemungkinan" bahwa seseorang melakukan perbuatan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu akibat tertentu. Akan tetapi, si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga di larang dan diancam oleh undang-undang. Prof. Bemmelen  menjelaskan pendapat Prof. Pompe sebagai berikut. “yang dinamakan dolus eventualis adalah kesengajaan bersyarat yang bertolak dari kemungkinan. Artinya, tidak pernah lebih banyak dikehendaki dan diketahui dari pada kemungkinan itu. Seseorang yang menghendaki kemungkinan matinya orang lain, tidak dapat di katakan bahwa ia menghendaki supaya orang itu mati. Tetapi, jika seseorang melakukan suatu perbuatan dengan kesadaran bahwa perbuatannya akan dapat menyebabkan matinya orang lain, hal itu menunjukkan bahwa ia memang menghendaki kematian orang.”

Contoh klasik dalam hal dolus eventualis adalah kasus kue tar dikota Hoorn, sebagai berikut : 
A hendak membalas dendam terhadap B yang berdiam di Hoorn; A mengirim pada B sebuah kue tar beracun dengan tujuan membunuhnya. Ia tahu bahwa selain B, juga tinggal istri B di rumah B. A memikirkan adanya kemungkinan bahwa istri B yang tidak bersalah akan memakan kue tar tersebut. Walaupun demikian, ia tetap mengirimkannya. Perkara tersebut diadili oleh Hof. Amstredam dengan putusan tanggal 9 maret 1911. 

Dari uraian tersebut, dolus eventualis bertitik tolak dari kesadaran akan kemungkinan. Artinya, si pelaku sadar akan kemungkinan tersebut, misalnya : A selaku sopir  bus antar kota mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi. Meskipun salah seorang penumpang telah memperingatkannya agar hati-hati, ia tetap tidak mengurangi kecepatan sehingga pada waktu tikungan, bus tersebut terbalik, yang mengakibatan penumpang S meninggal dan beberapa orang luka berat.

Rumusan “sengaja” pada umumnya dicantumkan dalam suatu norma pidana. Akan tetpai, ada kalanya rumusan “sengaja” telah dengan sendirinya tercakup dalam suatu “perkataan”, misalnya perkataan “memaksa”. 

Rumusan “sengaja” pada norma hukum pidana dimuat dengan kata-kata, natara lain :
a.       Dengan maksud :

Misalnya pasal 362 KUHP yang berbunyi :
“barang siapa mengambil suatu barang yan seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain 
dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, dihukum……”
b.      Dengan sengaja: 

Misalnya pasal 338 KUHP yang berbunyi: 
“barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dihukum…..”

c.       Mengetahui atau diketahuinya: 

Misalnya pasal 480 KHUP yang berbunyi :
“dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp.60,00 dapat di hukum karena penadahan, barang siapa … yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa barang itu di peroleh dari kejahatan” 

d.      Dengan rencana lebih dahulu : 
Misalny pasal 340 KUHP yang berbunyi :
“brang siapa dengan sengaja dan di rencanakan lebih dahulu merampas nyawa orang lain, dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan berencana dengan …” 

Selain dari rumusan “sengaja” diatas, ada rumusan “sengaja” yang telah tercakup dalam arti atau makna suatu kata. Artinya, hal tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa sengaja. Kata tersebut, antara lain :  
1.      Dengan paksa : 

Misalnya pasal 167 KUHP yang berbunyi : 
“barang siapa dengan paksa dan melawan hukum memasuki sebuah rumah atau ruangan tertutup …” 
2.      Melawan : 

Misalnya pasal 212 KUHP yang berbunyi : 
“barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan melawan seseorang pegawai negeri yang sedang melakukan tugas pekerjaan dengn sah …” 

3.      Menghasut :

Misalnya pasal 160 KUHP yang berbunyi :
“barang siapa dengan lisan atau dengan tulisan menghasut dimuka umum dengan melawan hukum …”

2.         CULPA

Culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur. Pada umumnya, kealpaan (culpa) dibedakan atas :

1.    Kealpaan dengan kesadaran (bewuste schuld). Dalam hal ini si pelaku telah membayangkan atau menduga akan timbulnya suatu akibat, akan tetapi ia berusaha untuk mencegah, toh timbul juga akibat tersebut.


2.      Kealpaan tanpa kesadaran (onbewuste schuld). Dalam hal ini, si pelaku tidak membayangkan  atau menduka akan timbulnya suatu akibat yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang, sedang ia seharusnya memperhitungkan akan timbulnya suatu akibat. 

Selain dari bentuk “kealpaan” tersebut, ada juga pakar yang membedakan “kealpaan” sebagai berikut .

1.    Kealpaan yang dilakukan secara mencolok, yang disebut dengan culpa lata
  
2.      Kealpaan yang dilakukan secara ringan, yang disebut dengan culpa levis. 
Guna memahami dengan seksama tentang  “kealpaan”, tidak berlebihan dicermati contoh-contoh yang diutarakanoleh Prof. Satochid Kartanegara sebagai berikut :

1.    Akibat yang timbul karena tidak berbuat. Seorang yang diwajibkan memindahkan rel kereta api tahu bahwa ia pada suatu saat harus memindahkan rel. Akan tetapi, justru pada saat ia harus memindahkan rel tadi, Ia lupa melakukan kewajibannya, misalnya ia sedang menanak nasi hingga kereta api yang datang itu menubruk kereta api lainnya di stasiun. Ilustrasi di atas merupakan contoh dari timbulnya suatu akibat yang di sebabkan oleh kelalaian untuk berbuat sesuatu, jadi terjadi karena tidak berbuat.

2.    Pemburu babi hutan. Seorang pemburu babi hutan membawa sepucuk senjata api. Pada suatu hari ia memasuki hutan guna memburu babi hutan. Pada suatu saat, ia melihat daun bergerak-gerak dan mengira bahwa yang menggerakan daun-daun itu adalah seekor babi hutan karena ia melihat bekas-bekas babi hutan. Disebabkan oleh keinginannya untuk menembak babi hutan maka dari jarak yang cukup jauh, ia mengarahkan senapannya kearah daun yang bergerak itu. Akan tetapi, setelah ia melepaskan tembakan, ia mendengar orang minta tolong. Kemudian ternyata bahwa orang yang minta tolong itu telah kena peluru si pemburu dan tidak lama kemudian meninggal.


3.      A sedang membersihkan senjata api yang dikiranya kosong, tiada pelurunya. Tiba-tiba senjat itu meletus dan mengenai orang. Dari A dapat diharapkan agar ia terlebih dahulu memeriksa senjatanya sebelum di bersihkan.www.purba.blogger.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar